Matahari mulai terbit dari
ufuk timur, tanda aku harus segera bersiap – siap untuk bergegas berangkat
kuliah. “Nia, yuk cepetan. Udah jam 06.00
nih, ntar kita telat lagi.” Ajakku pada Shania. Shania menjawab dengan
santai”Masya’allah apaan sih masih jam
segini juga. Iya deh huffttt.” Ucapnya. Ya, Shania adalah teman satu
kampusku sekaligus dia satu kamar kos denganku.
Seperti biasa kami menunggu
bus transjakarta di tempat pemberhentian bus transjakarta. Lima menit kemudian
bus transjakarta sudah datang, banyak sekali penumpangnya padahal masih sangat
pagi. “Tuh Nia, jam segini aja udah kaya
gini” celutukku. Shania hanya tersenyum simpul kepadaku. Bus melaju begitu
cepat dan tak terasa sampailah di Universitas Indonesia(UI) itulah tempatku
menuntut ilmu selama 4 semester ini.
Ketika hendak turun aku
terjatuh dan Shania berteriak”Zahra
Awas!!” teriaknya. Tiba-tiba saja ada yang seseorang yang kebetulan
melintas dan aku secara refleks terjatuh di pelukannya. Mataku membulat,
menatap cowok berambut pirang dan berkulit putih bersih itu. “Kamu nggak apa – apa?” tanyanya padaku.
Aku segera berdiri dan berkata”Nggak apa-apa
kok, makasih ya.” Ucapku agak sedikit malu. Yah.. maklum saja, baru kali
ini aku mengalami kejadian ini. Cowok itu tersenyum manis dan berkata”Sama-sama, oh ya perkenalkan aku Ramadhan
dan kamu?”ucapnya seraya mengulurkan tangan. “Aku Zahra dan ini Shania sahabat aku.” Ucapku membalas uluran
tangan cowok itu. “Hai, aku Shania.” ucap
Shania yang dari tadi masih menungguku. “Oh,
iya salam kenal ya.” Ucap Ramadhan. Aku tersenyum dan berkata”Iya, eh kita duluan ya Dhan.” Ucapku
dengan lembut. “Iya silahkan.. Ra”
ucap Ramadhan tersenyum. Aku dan Shania segera menuju kelas.
Kami
berdua menelusuri koridor kampus, tiba-tiba saja Shania menyenggolku dan
berkata”Ciee..ciee yang tadi kenalan sama
cowok ganteng ciee...” ucapnya mengejek. Aku mengembungkan pipiku dan
berkata”Dih, apaan sih Nia! Biasa aja
kok.”ucapku. Kami bergegas memasuki kelas berharap dosen belum datang
karena kejadian tadi yang menghambat.
Waktu jam istirahat pun telah tiba, Aku dan Shania bergegas
menuju kantin. “Ra, cepetan dong!”
ucap Shania seraya menarik tanganku. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku
sahabatku itu, aku paham dia sudah sangat lapar. Segera aku mencari tempat
duduk dan Shania memesan makanan. “Assalamu’alaikum..”
ucap seseorang cowok yang sempat mengkagetkanku yang sedang melamun. “Wa..wa..walaikumsalam..” ucapku terbata-bata
membalas salam itu. Tak di sangka Ramadhan cowok yang telah menolongku tadi. “Kamu?” ucapku. Ramadhan tersenyum manis
dan berkata”Iya, ini aku Ramadhan.”
Ucapnya. Aku membalas senyumannya dan berkata”Oh, hehehe iya. Kamu mau pesan makanan juga?”tanyaku padanya. Ia
berkata”Iya ini, kamu juga? Nunggu
siapa?”tanyanya.
Aku berkata”Ini lagi nungguin Shania dia lagi pesan
makanan tuh disana.” Ucapku sambil menunjukkannya. Aku kaget Shania sudah
tak ada di sana lalu kemana dia? “Nunjukin
siapa Zahra?” ucap seseorang. “Eh Shania,
udah di sini aja?” ucapku kaget melihat Shania yang tiba – tiba berada di
belakangku. Ramadhan terkekeh melihat kami berdua. “Eh, Dhan. Gabung sama kita aja makan di sini!” ajak Shania. “Hahaha, nggak usah nanti aku ganggu
kenyamanan kalian berdua.” Ucapnya dengan tatapan yang teduh. “Enggak kok Dhan, biasa aja kali sama kita!
Lagian kan kita udah saling kenal.” Ucap Shania. “Hm.. tapi Zahra setuju nggak nih? Dari tadi diem aja.” Tanya
Ramadhan. Aku berkata”Setuju kok.”
Ucapku spontan.
“Ya udah aku pesan makanan dulu ya!” ucap Ramadhan dan berlari
memesan makanan.
Malam ini malam minggu
seperti biasanya kami memasak makanan yang tidak biasanya kita makan setiap
hari, yup! STEAK SAPI PANGGANG. Tak sesekali Shania mengejekku”Ciee.. yang mau taken sama cowok, ciee
hihihi” ucap Shania. Aku hanya diam dan tersipu malu. “Hahahaha, senyum – senyum sendiri nih ye?” ucap Shania terkekeh
melihat tingkah lakuku yang aneh. “Enggak
kok, apaan sih kamu!” ucapku seraya mencubit pipi chubby Shania. “Aw! Sakit tau Ra.” Ucap Shania sambil
meringis kepadaku. Aku tertawa melihat kelakuannya. Sangking asyiknya mengobrol
tak di sangka kami lupa bahwa dari tadi belum memanggang daging sapinya (?)
“Astaghfirullah! Shania!” pekikku. “Weitss, kenapa sih?” ucap Shania. “Aduh, kita lupa belum manggang daging sapinya! Walahh” ucapku. “Astaga! Iya! Walah aku kok ya lupa to? Ya
sudah ayo bururan kita panggang keburu malam ntar kita kelaperan lho hahahaha”
ucap Shania terbahak – bahak.
Setelah makan bersama kami
segera mengabil air wudhu dan sholat isya’. Setelah itu segera kami merebahkan
tubuh di kasur. “Hahh! Capek banget ya
Ra!”ucap Shania mengeluh padaku. “Hahaha,
iya Nia. Udahlah cepet tidur sana! Besok kan kita ke kampus!” suruhku. Shania
mengangguk dan segera memejamkan matanya yang sipit itu. Aku termenung mengapa
semenjak kejadian itu aku selalu terfikirkan olehnya? Sesosok cowok yang baru
aku kenal. “Ramadhan..” ucapku lirih,
aku tak ingin membuat Shania terbangun. “Apa
mungkin aku jatuh cinta pada Ramadhan?” ucapku. “Ya Allah.. jika Ramadhan adalah yang terbaik bagiku dekatkan dia
padaku, jika tidak jauhkan dia dariku.” Do’aku dalam hati.
Pagi ini aku dan Shania
berangkat agak kesiangan. “Eh, ayo Nia
cepetan kek jalannya.” Ucapku. “Iyaa
Zahra sayang..” ucap Shania sambil tersenyum.
Sesampai di kampus mataku tertuju oleh Ramadhan.
Subhanallah dia begitu tampan sekali hari ini. Ramadhan yang melihatku dan Shania
segera menghampiri kami dan tersenyum. “Assalamu’alaikum...
pagi para bidadari” ucap Ramadhan. “Walaikumsalam,
pagi Dhan.” Ucapku dan Shania membalas salam dari Ramadhan.
“Ehm.. yang di
bilang bidadari itu aku apa Zahra nih? Pastinya Zahra kan?” ucap Shania
terkekeh. Ramadhan hanya tersenyum. “Husshh,
kamu itu kebiasaan banget.” Ucapku pada Shania. “Ndak apa – apa kok Ra, hehehe” ucap Ramadhan tersenyum manis
padaku. “Iyaa hehe maaf kebiasaan.”
Ucapku. Kami segera bergegas memasuki kelas masing-masing.
Jam istirahat dimulai,
mahasiswa – mahasiswi berhamburan. Aku segera keluar kelas dan duduk di depan
kelasku. “Sendirian aja?” ucap
Ramadhan. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. “Shania kemana? Kok nggak nemenin kamu?” tanyanya.
“Dia lagi ngerjain
tugas sama teman – temannya.” Ucapku singkat. “Aku mau ngomong sesuatu sama kamu boleh kan?” ucap Ramadhan. “Boleh aja lah Dhan haha ada – ada aja deh.”
Ucapku terkekeh. “Bismillah.. aku suka
sama kamu Zahra” ucap Ramadhan padaku. Deg.. jantungku berdetak dengan
cepat dan aku terdiam memandang wajah Ramadhan. “Kamu nolak aku ya? Maaf banget aku udah lancang ke kamu, aku cuman
pengen kamu ngerti apa yang aku rasain. Maaf ya?” ucap Ramadhan berjongkok
di hadapanku. “Iya Ramadhan, aku juga
suka sama kamu. Kamu adalah lelaki pertama yang berhasil buat aku seperti ini.”
Ucapku tersenyum pada Ramadhan. “benarkah
itu Zahra? Apa kamu selama ini belum pernah jatuh cinta pada seseorang?" tanya Ramadhan. "Iya dan akhirnya aku belajar mencintai itu dari kamu.”
Ucapku tersenyum. “Subhanallah aku nggak
mengira semua ini terjadi. Jadi kita resmi kan? Hehehe” ucap Ramadhan.
Aku tersenyum dan
mengangguk pertanda aku dan Ramadhan resmi menjadi sepasang kekasih “Ramadhan, aku harap kamu nggak akan pernah
nyakitin perasaan aku.” Ucapku lembut. “Zahra,
aku berjanji akan menghargaimu sebagai kekasihku yang kelak akan menjadi
pendamping hidupku.” Ucap Ramadhan seraya mencium tanganku. “Maaf bukan muhkrim.” Ucapku. Aku dan
Ramadhan terkekeh, Alhamdulillah Ya Allah engkau telah mengabulkan do’aku
selama ini.
Karya : Cantika Ulya Luthfiatur Rohmah
Wiiihhh, cinta memang harus berproses, terus bergerak. Meliuk dalam proses itulah bobot cinta yang sebenarnya.
BalasHapusSip mbak, terberkreasi ya..
Iyaa, terimakasih Pak Fauzi.
BalasHapusBirunya cinta....
BalasHapus