Minggu, 27 Juli 2014

Ketika Harus Memilih




Allahuakbar..allahuakbar! suara adzan telah berkumandang. Aku segera bangkit dari tidurku seraya membangunkan Fiani sahabatku yang masih tertidur pulas. “Fi, ayo bangun. Udah subuh nih! Ntar telat sholat jamaah lho di marahin pak Ustadz mau kamu?” ucapku berusaha membangunkannya. “Hmm, udah subuh ya Tik?” ucap Fiani yang mulai bangkit dari kasur. “Iya udah yuk kita cuci muka terus wudhu.” Ajakku. Fiani mengangguk dan mengikuti langkahku menuju tempat berwudhu. Segera kami berlari menuju masjid, ternyata banyak santri dan santriwati yang sudah berada di masjid. “Assalamu’alaikum warrahmatullah..” pertanda sholat subuh berjamaah telah usai. Tak lupa aku berdo’a untuk keselamatanku dan orang tuaku. “Amin..” ucapku.
Setelah selesai sholat aku dan Fiani segera bergegas ke kamar untuk merapihkan kasur karena tadi belum sempat merapihkannya. “Nah, gini kan udah rapi!” ucap Fiani tersenyum puas. “Iya dong, kita gitu loh” ucapku tersenyum padanya. Setelah itu segera mandi dan langsung ke dapur untuk membantu Mbak Sinta yang bertugas menyiapkan makanan untuk para santri dan santriwati, Kulihat wanita cantik berkerudung warna ungu dengan mata yang bulat bening tersenyum manis melihat kedatanganku dan Fiani. “Assalamu’alaikum, mbak Sinta!” sapaku dan Fiani. “Walaikumsalam Santika dan Fiani, kalian tadi kemana aja?” tanya wanita itu seraya memberikan pisau kepada kami. “Heheheh iya mbak, tadi masih beresin kamar dulu.” Ucapku tertawa kecil. “Oh gitu ya sudah kalian bantu mbak ya potong sayur kangkung.” Suruhnya padaku dan Fiani. “Siapp mbak Sinta!” ucapku dan Fiani, kami bergegas memotong kangkung – kangkung tersebut. Setengah jam kemudian semua makanan telah siap di hidangkan. “Akhirnya selesai juga, makasih ya berkat kalian berdua masakannya lebih cepat matangnya.” Ucap Mbak Sinta seraya tersenyum dan mencubit pipiku dan Fiani. “Iya mbak sama – sama hehehe” ucap kami berdua.
Tak lama kemudian para santri dan santriwati bergegas menuju dapur untuk mengambil makanan. Salah satu santri berkata”Hmm.. makanannya enak nih pantesan aja yang masak aja cantik hehehe” ucap Naufal  padaku salah satu santri di Pondok Pesantren Nurul Jabbar. “Hahaha, Naufal mulai deh yaa.” Celutuk Fiani yang tiba – tiba datang dari belakang. “Hahaha, emang iya kok Santika kan emang cantik,manis,baik hati. Nggak kayak kamu Fi. Upss hehe” ucap Naufal terkekeh. “Yee, gini – gini juga aku punya fans tau.” Ucap Fiani mengerucutkan bibirnya. “Hahaha, maaf deh maaf bercanda.” Ucap Naufal menepuk pundak Fiani. “Weyy bukan mukhrim!” ucap Fiani menepis tangan Naufal. “Ya mangap! Eh maaf maksudnya hehehe.” Ucap Naufal mencoba membuat lelucon. “Nggak lucu Fal!” pekik Fiani. “Ini ceritanya lagi main drama ya?” tanyaku sinis. “Oh iya ya lupa nih hehe maaf mbak Santika.” Ucap Naufal cengar – cengir. “Iya – iya Naufal udah sana cepetan makan!” suruhku. Naufal tersenyum dan pergi meninggalkan aku dan Fiani. “Kenapa nggak kamu terima aja sih? Kasian tuh kamu PHP terus?” ucap Fiani. “Haduh! Apaan sih kamu Fi? Aku nggak PHP dia ya.” Ucapku sambil mencubit pipi Fiani. “Aduh! Sakit maaf – maaf hehe” rengek Fiani padaku. “Makannya jangan ngatain aku Fi.” Ucapku seraya melepaskan cubitanku. Ya, Naufal sudah lama menyukaiku. Sempat dia mengatakan perasaannya padaku namun aku belum bisa menjawabnya, mungkin karena itu Fiani berkata bahwa aku pemberi harapan palsu alias PHP.
Tak lama kemudian datanglah seseorang memakai baju koko berwarna ungu seraya mengambil makanan yang sudah tersedia tersenyum manis padaku. “Ini kamu yang masak?” tanyanya padaku. “Iya tapi Mbak Sinta dan Fiani juga bantu masak.” Ucapku tersenyum padanya. “Oh ya, kamu hari ini cantik sekali. Subhanallah” Ucapnya seraya memandang wajahku. “Syukran Alhamdulillah terimakasih Iqbaal.” Ucapku sedikit malu karena di puji oleh seseorang yang aku cintai. Iqbaal hanya tersenyum dan langsung meninggalkanku setelah mengambil makanan. “Ahemm.. ada yang lagi nge-fly di puji sama Iqbaal nih.” Ucap Fiani mengejekku. “Enggak kok biasa aja.” Ucapku dengan cuek. Ya, Iqbaal adalah santri yang banyak di sukai oleh santriwati di Pesantren ini. Dia baik,sholeh,tampan,pekerja keras. Tak perlu heran jika aku menyukainya.
Malam ini ada ceramah di masjid, Ustadz Jefry menjelaskan tentang cinta.Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.
Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat.”
Ucap Ustadz Jefry menjelaskan.

“Sekian ceramah kita pada malam hari ini, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Ucap Ustadz Jefry. “Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.” Ucap para santri dan santriwati membalas salam dari Ustadz Jefry. Para santri dan santriwati berhamburan dan bergegegas ke kamar masing – masing. Tiba – tiba seseorang memanggilku dari belakang. “Santika..” ucapnya. Segera ku balikkan posisi tubuhku ke arah belakang. Ternyata Naufal “Ada apa Fal?” Tanyaku. Naufal tersenyum dan berkata”Nggak apa – apa, kamu mau langsung tidur?” tanyanya. “Ya iyalah! Masak mau main -_- ada – ada aja kamu.” Ucapku sedikit cuek. “Hahaha maaf deh.” Ucapnya terkekeh. Naufal memang baik,humoris,sholeh, dan manis. Namun, sampai sekarang ini aku tak bisa mencintai dia. Walau dia sudah rela melakukan apapun demi aku. Tak lama kemudian Fiani datang”Heh! Udah malam juga masih berduaan. Udah deh Fal kamu cepetan pergi ke kamar deh ngapain sih gangguin Santika mulu.” Ucap Fiani dengan nada kesal. “Ye sirik aja hahaha, Ok aku duluan ya Tik.” Ucapnya tersenyum meninggalkan aku dan Fiani. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku Naufal yang semakin hari membuatku kesal. “Maaf kalian kok masih di sini?” Ucap seseorang dari belakang, ternyata Iqbaal. “Iya Baal tadi masih nungguin Fiani tadi ke kamar kecil.” Ucapku tersenyum manis pada Iqbaal. “Oh ya? Ya sudah sebaiknya kalian berdua segera tidur ini sudah larut malam, saya permisi dulu. Assaalamu’alaikum.” Ucap Iqbaal tersenyum manis membalas senyumanku. “Walaikumsalam...” Ucapku seraya memandang Iqbaal yang berjalan menjauh. “Subhanallah indah banget ya makhluk ciptaan Allah SWT yang satu itu.” Ucap Fiani. Halah, ayo – ayo.” Ucapku seraya menarik tangan Fiani.
Pagi ini setelah sholat subuh aku tidak bisa membantu Mbak Santi menyiapkan makanan, tiba – tiba saja aku tak enak badan aku hanya duduk di taman dekat masjid. “Kamu nggak apa – apa kan? Aku tinggal?” Tanya Fiani padaku dengan mimik wajah khawatir. “Iya, nggak apa – apa kok.” Ucapku tersenyum padanya. Aku membiarkan Fiani membantu Mbak Sinta. Aku merasa tak enak jika aku melarang Fiani membantunya karena Mbak Sinta pasti sudah mengharapkan kedatangan kami berdua. “Tumben nggak bantuin Mbak Sinta?” tanya Iqbaal yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di sebelahku, namun dia menjaga jarak duduknya. “Iya aku lagi nggak enak badan ini.” Ucapku dengan suara yang sedikit serak. “Oh iya, eh kamu sudah punya cowok belum?” Tanyanya padaku. “Belum kenapa Baal?” Tanyaku balik. Aneh mengapa Iqbaal bertanya seperti itu padaku. “Emm.. maaf sebelumnya, aku suka sama kamu. Mau kah kamu menjadi kekasihku?” tanya Iqbaal dengan penuh harapan. “A..a..apa?” tanyaku kaget memandang wajah tampan Iqbaal, Sungguh tak di sangka cowok yang selama ini aku cintai ternyata juga memiliki perasaan yang sama padaku. “Kenapa kok kaget begitu?” tanyanya padaku. Aku segera memutar bola mataku dan menundukkan kepala. “Maaf, aku belum bisa menjawabnya.” Ucapku lirih. Kedua kalinya aku belum bisa menjawab pertanyaan dari seseorang cowok. Aku masih bingung dan masih ada Naufal yang sudah lama menungguku. “Oh ya sudah kalau begitu, aku harap kamu mau menerima tawaranku itu Santika. Aku sudah lama menyukaimu tapi aku baru berani menyatakan perasaanku itu sekarang. Aku takut kamu akan menolakku” Ucapnya dengan menyesal. Aku hanya terdiam dan membisu, aku harus bisa memilih antara Naufal dan Iqbaal.
“Astaga? Apa? Kamu di dor – dor sama Iqbaal?” Ucap Fiani tak percaya. “Iya, idih lebay banget sih.” Ucapku mengerucutkan bibirku. “Hahaha, iya deh. Aku akui kamu memang cantik dan baik nggak salah Iqbaal milih kamu.” Ucapnya seraya mengelus pundakku. “Aduh iya, makasih deh. Eh serius nih aku harus pilih siapa di antara Naufal dan Iqbaal?” Tanyaku bingung mondar – mandir kesana – kemari. Fiani bengong melihat tingkah lakuku yang mungkin menurutnya aneh. “Heh? Di tanya kok diem wae to?” Pekikku. “Abisnya kamu sih mondar – mandir terus dari tadi aku kan jadi bingung, mendingan kamu ikuti kata hati kamu aja deh Tik. Pilih yang menurut kamu bisa menjaga perasaan kamu dan bisa menghormati kamu sebagai wanita.” Tutur Fiani padaku. Aku tersenyum dan menghampiri seraya memeluk teman baikku itu. “Makasih banyak ya sarannya” ucapku lembut. Fiani hanya tersenyum dan membalas pelukkanku. “Aku akan memilih Naufal ya karena dia yang pertama kali menyatakan cinta padaku. Itu mengartikan bahwa Naufal adalah cowok pemberani dan mau menanggung resiko. Sedangkan Iqbaal? Sesosok yang selama ini aku cintai baru menyatakan perasaannya setelah sekian lama ia memendam rasa padaku? Ya, aku akan memilih Naufal.” Ucapku dalam hati.
Sore ini aku akan bertemu dengan mereka berdua untuk menentukan pilihanku. Fiani sudah memberi tau mereka berdua. “Udah siap! Mereka nunggu kamu di taman deket masjid. Aku harap kamu dapat menentukan pilihanmu dengan benar ya.” Ucap Fiani memelukku sekilas. Aku tersenyum dan mengangguk. Segera aku bergegas menuju taman dan mataku tertuju oleh Naufal dan Iqbaal. Mereka berdandan sangat rapi memakai baju koko. Mereka tersenyum padaku. “Maaf ya udah nunggu lama.” Ucapku lirih. “Nggak apa – apa kok.” Ucap mereka serentak. “Jadi kamu pilih siapa diantara kita berdua?” Tanya Naufal padaku. “Iya. Siapa yang kamu pilih?” Tanya Iqbaal kemudian. Ya Allah aku sangat bingung dan aku kurang yakin dengan pilihanku tadi. Aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku. Beberapa menit kemudian aku berkata”Aku harap kalian bisa menerima keputusanku ini ya.” Ucapku lembut. Mereka mengangguk dan menatapku dengan penuh harapan. “Bismillah.. aku akan memilih Naufal. Maaf ya Iqbaal.” Ucapku memandang Iqbaal. “Iya nggak apa – apa kok, mungkin aku belum beruntung untuk mendapatkan gadis sesempurna kamu.” Ucap Iqbaal seraya tersenyum padaku menyembunyikan kekecewaannya kepadaku. “Ya Allah maafkan hamba telah membuat Iqbaal kecewa karena keputusanku. Berikanlah dia kekasih yang ia harapkan yang lebih baik daripada aku.” Do’aku dalam hati kecilku. Tanpa basa – basi Iqbaal pergi meninggalkanku bersama Naufal. “Makasih ya, kamu udah pilih aku. Aku janji akan bahagiakan kamu. Aku akan setia sama kamu.” Ucap Naufal memberikan janji manis padaku. “Yakin? Mau setia sama aku?” Tanyaku yang sedikit mengejeknya. “Ya iya lah.. aku bakal setia sama kamu kalau perlu sampai ke jenjang pernikahan. Hehehe..” Ucapnya seraya tersenyum padaku. “Naufal mulai kan -_- belum apa – apa juga.” Ucapku seraya mengembungkan pipiku. “Bidadariku semakin kamu marah semakin kamu cantik loh.” Ucapnya menggombaliku. Aku hanya tertawa lepas mendengar gombalan Naufal yang membuatku geli. Seketika aku teringat Iqbaal, aku merasa bersalah telah menyakiti perasaannya. Ya Allah semoga saja Iqbaal tidak akan membenciku. Amin..


Karya : Cantika Ulya Luthfiatur Rohmah

1 komentar:

  1. Waw, cinta hadir di dalam jiwa ...... Terus berkreasi, Cah Ayu.. Semangat ya!

    BalasHapus